Senin, 10 Juni 2019

Kala Lebaran Telah Usai

Setelah hingar-bingar keramaian lebaran
Berkunjung kesana-kemari untuk saling bermaafan
Dengan pakaian baru yang melekat
Berfoto seru bersama sahabat dan kerabat dekat
Lalu kita kembali pada lamunan kesendirian
Termenung hanyut dalam bermacam fikiran
Sesekali kita melihat timeline, medsos, galeri foto, tutup buka lagi, tutup lagi, semakin hanyut dalam lamunan
Mencari tau kenapa
Ternyata hati kita masih usang berkarat
Kita terlalu berusaha menutupi
Akhirnya menyadari beberapa hal memang tak perlu termaafkan walau lembar hijriah telah berganti.

Kamis, 17 Januari 2019

Senja Itu

Di kala senja itu, disaat sang mentari secara perlahan-lahan mulai merebahkan diri di batas cakrawala dan kita pernah memaknai arti dari kabahagiaan juga arti kesetiaan serta arti kehilangan itu, iya disini di ujung senjan ini.
Senja itu, semua rasa teraduk menjadi padu dan menampilkan akan kesunyian dan separuh hati yang tertinggal entah dimana.
Ya senja itu, di saat cahaya cemerlang kemerahan menghiasi angkasa raya engkau masih berdiri tegak di penghujung senja dan kepala tengadah sembari membiarkan setiap helai rambutmu di belai oleh angin petang yang lembut.
Waktu mungkin kerap kali mampu memudarkan luka serta musim demi musim yang telah berlalu tak juga lelah buat kita mengakui bahwa cinta dalam genggaman hanyalah semu adanya dan tak berarti apa-apa.
Duhai wanita di penghujung senja, sesungguhnya masa lalu yang kita sesali itu hadir bagian dari rencana masa depan yang tak bisa terjadi dan tak akan terlupa sampai kapanpun.
Kenangan itu dimana kita bangun bersama yang kita sematkan secara diam-diam pada kilau mentari yang cahayanya secara perlaham mulai meredup.
Sementara, ketika malam kian erat memeluk sang senja dan berusaha serta banyak harapan agar tak tercecer satu-satu menjadi serpihan-serpihan kecil di sepanjang perjalanan, tak tergapai, tak tercapai.

Rabu, 16 Januari 2019

Jika terlalu Berharap Pada Hal Yang Semu

Dan menantipun ada masanya jemu,
Sampai pada titik rindu yang tidak butuh temu,
Bukan berarti tidak lagi membutuhkan kehadiranmu,
Tapi, mungkin sudah seharusnya kembali meluruskan niat pada Rabbku,
Karena sepertinya aku salah, selama ini terlalu berharap pada hal yang semu.

Minggu, 06 Januari 2019

SOSOK SEMPURNA


'SOSOK SEMPURNA'
‘’Sosok wanita tangguh paruh baya dengan ikhlas menggerakkan seluruh tenaganya tanpa belas kasih. Kasih sayangnya tanpa batas seperti butiran pasir di dasar samudera. Tak terhitung berapa jumlahnya. Hatinya setegar batu karang yang terhempas jutaan kali oleh derasnya ombak di lautan’’.
Siapakah sosok sempurna tersebut? Ya, dialah ibu. Wanita yang telah mengandung dan melahirkan kita dengan seluruh tenaga yang dimilikinya.  Berjuang dengan mempertaruhkan nyawa. Menjaga kita agar tetap hidup dalam kandungannya selama kurang lebih sembilan bulan lamanya. Dari rahim ibulah, kita mengenal dunia. Melihat betapa silaunya cahaya sinar matahari di luar sana. Melihat keindahan alam semesta bukti dari kuasa Sang Pencipta.
Apakah perjuangannya berhenti sampai di situ? Tentu tidak. Saat kita terlahir di dunia, ibu menjadi orang yang selalu siap menjaga kita. Bahkan di titik terlemah kita. Saat kita kecil, kita hanya dapat merangkak. Berjalan kita goyah. Berlari hanya melukai diri. Namun, ibu dengan segenap kesabarannya membangunkan kita yang terjatuh saat belajar berdiri.
Dengan penuh hati-hati, ibu membantu kita mengucap kata demi kata. Mengeja setiap deretan kata yang terlontar dari mulutnya untuk kita ikuti. Saat lidah kita tak mampu menjangkau kata tersebut, ibu hanya tersenyum dan mengulangnya dari awal. Ibu memberi semangat saat kita mulai menyerah. Tak jemu-jemu memberikan nasihat dengan penuh cinta dan semangat yang menguatkan.
Saat menginjak bangku sekolah, ibu dengan sigap menyiapkan segala perlengkapan kita. Bangun pagi demi memasak bekal untuk dibawa ke sekolah. Menyetrika seragam dan menyiapkan kaus kaki kita.  Mengantarkan dan menjemput kita di sekolah. Memastikan bahwa kita selamat sampai rumah.
Baginya, kebahagiaan anak adalah segalanya. Sosok yang selalu disebut dalam setiap doanya adalah anaknya. Ibu berjuang demi memberikan yang terbaik untuk anaknya. Bekerja siang malam agar anaknya dapat mengenyam pendidikan setinggi-tingginya. Mencari sesuap nasi agar anaknya tumbuh dengan sehat. Namun, sadar atau tidak sadar, perlakuan kita terkadang melukai perasaannya. Hatinya mungkin menangis, namun tidak pernah ia berniat untuk menunjukkan itu semua di depan anaknya.
Apa yang kalian rasakan saat melihat helai per helai rambut ibu kita memutih setiap hari? Wajah yang semakin keriput? Kulit yang semakin kusut? Adakah kalian mulai jijik dan ingin menjauhinya? Seburuk apapun kondisi kita, ibu selalu menerima. Dengan senang hati merangkul kita yang terluka karena disakiti oleh orang lain. Memaafkan segala perkataan kita yang menyakitkan.
Ibu, sosoknya kian melekat dalam hati dan tak akan terganti. Senyum yang tersungging bagaikan air di gurun pasir saat musim kemarau berkepanjangan. Matanya adalah pancaran sinar yang menerangkan setiap langkah kita. Sosoknya seakan menjadi lilin yang akan terus menyala dalam hidup kita.
Tidak ada yang dapat mencintai kita semulia ibu mencintai seorang anaknya. Ibu, bukan sekadar wanita yang layak dikagumi. Namun, seorang wanita yang bisa mengagumi kita apa adanya. Ibu, sosok yang paling dekat dengan kita, sebab letaknya ada di dalam hati kita.
Ibu, terima kasih atas segala waktu yang terlewati. Terima kasih atas segala keringat yang bercucuran, saat kau rawat tubuh ini. Ibu, aku mencintaimu, dari dulu, kini, dan nanti.